Skip to content

Kekuatan Pembuktian Penjaminan Aval Surat Berharga

December 18, 2011

TENTANG JAMINAN AVAL

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847 No. 23, Koninklijk Besluit 30 April 1847) diatur lembaga penanggungan utang (borgtocht) bagi surat-surat (yang) berharga yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (“KUHD”) tersebut, yang disebut “aval” atau “jaminan aval” yang berlaku bagi (i) surat wesel (Belanda: wisselbrief, Jerman: Wesschel, Inggris: Bill of Exchange, Perancis: Billet de Change) (Pasal 129 – 131) yang; berdasarkan Pasal 176 alinea yang terakhir, berlaku pula bagi (ii) surat sanggup (Belanda: orderbrief); dan bagi cek (cheque), promes (promessen) dan kwitansi kepada pembawa (quitantien aan order) (Pasal 202 – 204).

Sekedar mengenai surat wesel dan surat sanggup, ditetapkan ketentuan mengenai penjaminan aval sebagai berikut:

  • pembayaran dapat dijamin baik sebagian atau seluruhnya dengan penangungan utang (aval/borgtocht);
  • penanggungan utang ini dapat diberikan oleh seorang (i) pihak ketiga atau bahkan (ii) oleh seseorang yang tanda-tangannya muncul pada surat tersebut.

– Pasal 129 KUHD –

Penanggungan utang (lebih lanjut), menurut ketentuan Pasal 130 KUHD, diberikan:

  • pada surat wesel (dan juga berdasarkan ketentuan Pasal 176 alinea terakhir: surat sanggup); atau
  • pada suatu lembar sambungannya;

– Pasal 130 alinea pertama KUHD –

Jaminan aval ini harus diberikan dengan tulisan “BAIK UNTUK AVAL (GOED VOOR AVAL)” (Pasal 130 alinea kedua KUHD).

  • pada suatu tulisan tersendiri; atau
  • dengan sepucuk surat.

– Pasal 130 alinea keempat KUHD –

Penjaminan aval yang diberikan oleh orang yang tanda-tangannya muncul pada surat wesel (atau surat sanggup) tersebut (vide Pasal 129 – supra) jelas diberikan pada surat wesel (surat sanggup)nya. Sedangkan penjaminan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga diberikan (i) pada lembar sambungan dari surat wesel (surat sanggup)nya; (ii) pada suatu tulisan tersendiri; atau (iii) dengan sepucuk surat.

Kekuatan Pembuktian Penjaminan Aval

Dalam lapangan hukum perdata, alat bukti yang utama adalah tulisan. Alat bukti yang sempurna adalah:

  • akta otentik; dan
  • tulisan di bawah tangan yang diakui sepenuhnya oleh yang menulis dan menanda-tanganinya.

Yang dimaksud dengan akta otentik adalah akta yang dibuat dalam format tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang dan dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang di wilayah hukumnya (notaris, juru sita, pejabat pembuat akta tanah, pejabat catatan sipil dan sebagainya).

Tulisan di bawah tangan adalah tulisan atau akta yang bukan akta otentik, dan hanya akan menjadi bukti yang sempurna bilamana diakui sepenuhnya oleh yang menulis dan menanda-tanganinya. Oleh karenanya, dalam perikatan utang dua pihak yang dibuat dengan tulisan/akta di bawah tangan dengan dihadiri 2 (dua) orang saksi yang turut menanda-tangani tulisan/akta di bawah tangan yang memuat perikatan utang dua pihak tersebut, akan sulit bagi debitor untuk memungkiri perikatannya .

Dengan demikian, secara logika, bilamana jika suatu perikatan utang dibuat secara sepihak, maka perikatan utang tersebut harus:

  • dibuat dalam akta otentik agar memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna bagi kreditor dari perikatan utang sepihak tersebut;
  • ditulis sepenuhnya dengan tangan si debitor, jika dibuat dengan tulisan/akta di bawah tangan; atau
  • setidak-tidaknya mengenai nilai utang yang ditulis dalam angka maupun huruf, angka dan huruf yang memuat nilai utang tersebut harus ditulis sepenuhnya dengan tangan si debitor, jika dibuat dengan tulisan/akta di bawah tangan.

Ketentuan-ketentuan di atas ditetapkan dalam Pasal 1878 alinea pertama dan kedua dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23, Koninklijk Besluit 30 April 1847) (“KUH Perdata”).

Ketentuan-ketentuan di atas berlaku juga bagi penanggungan utang (borgtocht) yang, walaupun perjanjian, sering dibuat dalam suatu format perikatan utang sepihak.

Surat wesel dan surat sanggup adalah tulisan yang berisikan perikatan utang sepihak, karena surat wesel adalah perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang, sedangkan surat sanggup adalah kesanggupan tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang. Terhadap surat wesel dan surat sanggup tidak berlaku ketentuan Pasal 1878 alinea pertama dan kedua dari KUH Perdata, karena surat wesel dan surat sanggup adalah tulisan yang berisikan perikatan utang sepihak yang dibuat debitor dalam menjalankan kegiatan usahanya. Jadi, surat wesel dan surat sanggup yang tidak dibuat dengan memenuhi ketentuan Pasal 1878 alinea pertama dan kedua dari KUH Perdata tetap memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

Bagaimana dengan kekuatan pembuktian jaminan aval surat wesel dan surat sanggup?

Sekali lagi, jaminan aval pada dasarnya adalah penaggungan utang (borgtocht) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1820 et seq KUH Perdata, yang terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 1878 KUH Perdata berkenaan dengan kekuatan pembuktiannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka jaminan aval yang diberikan :

  • oleh orang yang tanda-tangannya muncul pada surat wesel atau surat sanggupnya; atau
  • oleh pihak ketiga pada lembar sambungan dari surat wesel atau surat sanggupnya (sepanjang bisa dipastikan bahwa lembar sambungan tersebut tidak akan lepas dari surat wesel atau surat sanggupnya)

memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1878 alinea ketiga KUH Perdata).

Sedangkan jaminan aval yang diberikan oleh pihak ketiga:

  • pada suatu tulisan tersendiri; atau
  • dalam sepucuk surat

dapatkah dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana dimaksud oleh ketentuan Pasal 1878 alinea yang ketiga KUH Perdata atau terhadapnya berlaku ketentuan Pasal 1878 alinea pertama dan kedua KUH Perdata?

Menurut pendapat saya, ketentuan Pasal 1878 alinea pertama dan kedua berlaku bagi jaminan aval yang diberikan oleh pihak ketiga:

  • pada suatu tulisan tersendiri; atau
  • dalam sepucuk surat

sehingga hendaknya (i) jaminan aval yang diberikan pada suatu tulisan tersendiri hendaknya dituangkan dalam akta otentik, sedanhkan (ii) jaminan aval yang diberikan dalam sepucuk surat hendaknya ditulis dengan tulisan tangan sepenuhnya oleh si penulis dan penanda-tangannya, atau setidak-tidaknya mengenai nilai kewajibannya dalam angka maupun huruf yang ditulis sepenuhnya dengan tulisan tangan si penulis dan penanda-tangannya.

Bilamana hal ini tidak dipenuhi, maka Hakim hanya dapat menerimanya sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan (Pasal 1878 alinea kedua KUH Perdata).

One Comment
  1. ariani permalink

    tq sir atas posting annya, semoga bermanfaat buat kami.

Leave a comment