Skip to content

- AISTRITHEOIR EURASIA - Good language proficiency is a basic requirement for participation in our social life.

Goede taalbeheersing is een basisvoorwaarde om in onze maatschappelijk leven te kunnen meedoen.

Berlakukah Pasal 1669 KUH Perdata Terhadap Hibah Saham

Saham adalah bagian dari permodalan suatu perseroan terbatas, menurut ketentuan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Saham juga benda bergerak tak bertubuh/tak berwujud yang dapat dikategorikan sebagai piutang atau hak tagih dari pemegangnya terhadap perseroan terbatas yang menerbitkan saham tersebut, sehingga kriteria saham sebagai benda bergerak tak bertubuh/tak berwujud menurut ketentuan Pasal 511.3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) (“KUH Perdata”) terpenuhi.

Memang betul bahwa sebagai benda (bergerak tak bertubuh) saham dapat dipindah-tangankan kepada pihak lain oleh pemegangnya dengan cara hibah, hal mana tidak dilarang oleh UUPT. Akan tetapi, bukan masalah apakah saham tersebut dapat dihibahkan atau tidak, akan tetapi berlakukah ketentuan Pasal 1669 KUH Perdata terhadap hibah saham tersebut.

Pasal 1669 KUH Perdata berbunyi:

Het is aan de schenker geoorloofd zich het genot of vruchtgebruik van geschonkene, roerende of onroerende goederen te zijnen eigen voordeele voor te behouden, of daarover ten behoeve van een ander te beschikken; in welke gevallen, de bepalingen van den tienden titel van het tweede boek van dit Wetboek zullen moeten worden in acht genomen.

Terjemahan bahasa Indonesia dari Pasal 1669 KUH Perdata tersebut adalah sebagai berikut:

Pemberi hibah diperbolehkan untuk tetap mempertahankan kenikmatan atau hak pakai hasil dari barang-barang bergerak maupun tak bergerak yang dihibahkan baik untuk kepentingannya sendiri, atau menetapkannya bagi kepentingan pihak lain; dalam hal-hal mana, ketentuan-ketentuan dari titel kedua dari buku kedua dari Kitab Undang-undang ini harus diperhatikan.

[Penebalan dan pemberian garis bawah oleh penulis].

Ketentuan Pasal 1669 ini:

  • mengijinkan pemberi hibah untuk:
  1. mempertahankan kenikmatan atau hak pakai hasil yang terbit dari objek hibah bagi dirinya sendiri; atau
  2. menetapkan hal tersebut untuk kepentingan pihak lain;
  • dengan ketentuan bahwa objek hibah adalah barang-barang (bergerak atau tak bergerak) [(roerende of onroerende] goederen].

Penebalan dan pemberian garis bawah pada kata “goederen” atau “barang-barang” sengaja dilakukan mengingat bahwa Pasal 499 KUH Perdata membedakan antara “benda” (zaken), “barang” (goederen) dan “hak” (regten/rechten). Seluruh benda yang bertubuh/berwujud adalah barang dan seluruh benda yang tak bertubuh/tak berwujud adalah hak. Saham adalah benda bergerak tak bertubuh/tak berwujud. Sertifikat saham berfungsi hanya sebagai bukti kepemilikan atas saham tersebut yang (i) merupakan bagian dari permodalam perseroan terbatas dan juga sebagai hak tagih (hak kebendaan) dari pemegangnya terhadap perseroan terbatas.

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa Pasal 1669 KUH Perdata oleh karenanya tidak berlaku bagi hibah saham.

Lebih lanjut, sebenarnya yang ingin saya bahas di sini adalah apakah pemberi hibah saham diperkenankan untuk:

  1. mempertahankan kenikmatan atau hak pakai hasil yang terbit dari objek hibah bagi dirinya sendiri; atau
  2. menetapkan hal tersebut untuk kepentingan pihak lain;

sedangkan menurut ketentuan Pasal 52 UUPT, saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:

  • menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham;
  • menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
  • menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.

Hak-hak tersebut adalah kenikmatan atau hak pakai hasil yang lahir dari saham yang menurut ketentuan UUPT tidak dapat dicabut dari pemilik yang namanya tercatat sebagai pemegang saham (vide Pasal 48.1 UUPT). Dengan demikian, seandainya toch Pasal 1669 KUH Perdata menggunakan istilah zaken (benda) yang juga meliputi hak (rechten), Pasal 1669 KUH Perdata tetap tidak berlaku terhadap hibah saham, karena terhadap kedudukan UUPT dalam hubungannya dengan KUH Perdata berlaku asas lex specialis derogat legi generali.

Penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan di atas menyebabkan lahirnya lembaga trust (common law dual ownership) atau nominee arrangement terselubung yang tidak dikenal dan tidak diperkenankan dalam hukum (perseroan) Indonesia.

Dengan demikian, berdasarkan uraian sederhana di atas, saya berpendapat bahwa Pasal 1669 KUH Perdata TIDAK berlaku terhadap hibah saham.

  1. mempertahankan kenikmatan atau hak pakai hasil yang terbit dari objek hibah bagi dirinya sendiri; atau
  2. menetapkan hal tersebut untuk kepentingan pihak lain;

Perjumpaan Utang Atas Barang yang Dapat Dihabiskan

Pasal 1425 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata) (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) menentukan bahwa perjumpaan utang/kompensasi terjadi hanya karena hukum. Hal ini tidak berlaku dalam hal perjumpaan utang atas benda berwujud, khususnya benda bergerak. Pasal 1427 menentukan bahwa perjumpaan utang atas suatu jumlah barang yang dapat dihabiskan (verbruikbaar) (misalnya bahan makanan) harus dari jenis yang sama (van dezelfde soort) sehingga barang tersebut dapat digantikan (vervangbaar) dengan barang yang lain, akan tetapi harus dari jenis yang sama.

Selain daripada itu, kedua-duanya (barang yang terhutang dan barang yang menggantikan) harus dapat ditetapkan serta ditagih seketika. Hal ini semakin jelas bilamana barang yang menggantikan dan digantikan ditetapkan nilainya dalam mata uang tertentu dalam suatu catatan harga pasar yang berlaku (di Indonesia) (alinea kedua Pasal 1427 KUH Perdata), sehingga saat harga masing-masing dari barang yang menggantikan dan digantikan bertemu pada titik yang sama (sebelum jatuh tempo utangnya), maka terjadilah karena hukum suatu perjumpaan utang. Perjumpaan utang yang terjadi sebelum jatuh tempo utangnya tidak dapat dibatalkan (vide Pasal 1269 KUH Perdata).

Pengesampingan Pasal 1100 KUH Perdata dalam Perjanjian Penanggungan Utang

Sering kali kita jumpai bahwa dalam perjanjian penangungan utang (borgtocht) Pasal 1100 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) dikesampingkan. Apa yang menjadi alasan logis pengesampingan Pasal ini? Berikut ini adalah jawabannya.

Terjemahan bahasa Indonesia dari Pasal 1100 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

Para ahli waris yang telah menerima suatu warisan harus menanggung pembayaran utang, legaat dan beban-beban sebesar porsinya menurut keseimbangan sesuai dengan apa yang diterimanya dalam warisan.

Dengan demikian, bilamana boedel warisan telah dibuka dan dibagi di antara para ahli waris, maka masing-masing hanya akan menanggung utang pewaris sebesar prosentase dari warisan yang telah diterima masing-masing. Hal ini sesuai dengan ketentuan anak kalimat kedua dari Pasal 1299 KUH Perdata yang berbunyi “hal dapat dibagi-baginya (perikatan) hanya berlaku berkenaan dengan para ahli warisnya, yang tidak dapat menuntut utangnya atau yang tidak diwajibkan untuk memenuhi kewajibannya, dan hanya untuk bagian darinya yang (diterimanya) selaku ahli waris, atau untuk mana ia harus menanggungnya, selaku wakil dari kreditor atau debitor.”

Karena seorang penanggung utang juga merupakan debitor tanggung renteng (vide Pasal 1820 juncto Pasal 1281 KUH Perdata), terutama bilamana Pasal 1831 KUH Perdata dikesampingkan, maka ketentuan Pasal 1100 KUH Perdata juncto anak kalimat kedua dari Pasal 1299 KUH Perdata juga berlaku bagi para ahli warisnya, sehingga pengesampingan Pasal 1100 oleh penanggung utang dimungkinkan untuk kepentingan (para) kreditor agar kewajiban utang tersebut tidak terpecah-pecah di antara para ahli waris debitor yang (menurut ketentuan Pasal 833 KUH Perdata karena hukum menggantikan kedudukan si pewaris) dan agar ketentuan Pasal 1390 KUH Perdata berlaku secara sempurna.

Pengesampingan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata

Dalam ilmu hukum, menurut sifatnya, sifat-sifat perikatan adalah:

  • bersyarat (voorwaardelijk);
  • dengan ketetapan waktu (met tijdsbepaling);
  • manasuka (alternatief);
  • tanggung renteng atau tanggung-menanggung (hoofdelijk of solidair);
  • dapat dibagi-bagi atau tidak dapat dibagi-bagi (deelbaar of ondeelbaar); dan
  • dengan ancaman hukuman (onder beding van straf of poenaliteit)

Salah satu ketentuan hukum dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) tentang sifat-sifat perikatan yang menarik perhatian dan diskusi adalah perikatan bersyarat.

Terjemahan dari Pasal 1253 KUH Perdata berbunyi:

Suatu perikatan adalah bersyarat manakala digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan belum tentu terjadi, baik dengan cara menangguhkan perikatannya sampai terjadinya peristiwa tersebut, atau dengan cara membubarkan perikatannya tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.

(RED: Prof. R. Subekti SH dan R. Tjitrosudibio SH menterjemahkan kata ontbinden dari bahasa asalnya (bahasa Belanda) menjadi membatalkan, akan tetapi saya memilih menggunakan istilah membubarkan, dan akan saya jelaskan lebih lanjut di bawah ini).

Sering kita jumpai dalam kontrak/perjanjian (tertulis) para pihak mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata dengan maksud dan tujuan agar bilamana ada sengketa di antara kedua belah pihak, maka para pihak dapat mengakhiri/membubarkan kontrak atau perjanjian tersebut tanpa memerlukan campur tangan pengadilan untuk tujuan pengakhiran/pembubaran kontrak/perjanjian tersebut.

Pasal 1266 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut:

De ontbindende voorwaarde wordt altijd voorondersteld in wederkeerige overeenkomsten plaats te grijpen, in geval eene der partijen aan hare verpligting niet voldoet.

In dat geval, is de overeenkomst niet van regtswege ontbonden, maar moet de ontbinding in regten gevraagd worden.

Deze aanvraag moet ook plaats hebben, zelgs indien de ontbindende voorwarde wegens het niet nakomen der verpligting in de overeenkomst mogt zijn uitgedrukt.

Indien de ontbindende voorwaarde niet in de overeenkomst is uitgedrukt, staat het de regter vrij om, naar gelang der omstandigheden, aan den verweerder, op deszelfs verzoek, eenen termij te gunnen om alsnog aan zijne verpligting te voldoen, welke termijn echter den tijd van eene maand niet mag te boven gaan.

Terjemahan Pasal 1266 KUH Perdata dalam bahasa Indonesia (dengan istilah yang berbeda dari terjemahan Prof. R. Subekti SH dan R. Tjitrosudibio SH):

Syarat bubar dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi perikatannya.

Dalam hal tersebut, persetujuan tidak bubar karena hukum, akan tetapi pembubarannya harus dimintakan ke muka hukum.

Permintaan ini juga harus dilakukan, bahkan bilamana syarat bubar karena tidak dilaksanakannya perikatan dinyatakan secara tegas dalam persetujuan.

Bilamana syarat bubar tidak dinyatakan secara tegas dalam persetujuan, maka hakim adalah bebas untuk, sekedar dengan memperhatikan keadaan-keadaan, memberikan kepada si tergugat, atas permintaannya, suatu jangka waktu untuk sekali lagi memenuhi perikatannya, jangka waktu tersebut namun demikian tidak boleh melebihi waktu satu bulan.

Saya memilih menggunakan istilah syarat bubar sebagai terjemahan dari istilah ontbindende voorwaarde dan tidak mengikuti terjemahan Prof. R Subekti SH dan R. Tjitrosudibio SH (yang bagaimanapun juga bukan terjemahan resmi) yang berbunyi syarat batal, dengan alasan bahwa bilamana menggunakan istilah syarat batal, maka terjemahan dari alinea kedua dari Pasal 1266 KUH Perdata ini akan berbunyi:

Dalam hal tersebut, persetujuan tidak batal karena hukum, akan tetapi pembubarannya harus dimintakan ke muka hukum.

Bilamana terjemahan dari alinea kedua dari Pasal 1266 KUH Perdata berbunyi sedemikian adanya, maka bilamana para pihak memilih mengesampingkan (alinea kedua dan ketiga dari) Pasal 1266 KUH Perdata (hal mana dimungkinkan), maka persetujuan dapat batal demi hukum, yang artinya persetujuan akan secara otomatis batal dan segala sesuatunya kembali ke keadaan seperti sedia kala seperti tidak terjadi apa-apa, hal mana sama sekali tidak mungkin, misalnya bilamana bangunan yang sudah berdiri harus dirobohkan rata dengan tanah.

Pengesampingan Pasal 1266 KUH Perdata dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal-balik dimungkinkan dengan ketentuan sebagai berikut:

  • secara logika hanya alinea kedua dan ketiga yang dapat dikesampingkan, karena (i) bilamana alinea pertama dikesampingkan, maka anggapan adanya syarat bubar tidak pernah ada, sehingga persetujuan tidak dapat bubar, dan (ii) alinea keempat tidak dapat dikesampingkan karena kekuasaan kehakiman yang bersumber dari konstitusi dikesampingkan oleh para pihak berdasarkan perjanjian (Pasal 23 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie; dan
  • pengesampingan tersebut, yang merupakan kesepakatan para pihak sejak awal (vide alinea kedua dari Pasal 1338 KUH Perdata), tidak boleh merugikan pihak ketiga manapun (vide Pasal 1340 KUH Perdata).

Pasal 1266 KUH Perdata berbeda cara bekerjanya dari Pasal 1265 KUH Perdata, karena

  • Pasal 1265 KUH Perdata mengatur syarat bubar yang digantungkan pada peristiwa (evenement) yang masih akan datang dan belum tentu terjadi; sedangkan
  • Pasal 1266 mengatur syarat bubar yang digantungkan pada wanprestasinya salah satu pihak.

Pengesampingan Pasal 1267 KUH Perdata dimungkinkan, akan tetapi akan menghapuskan hak pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi, biaya dan bunga; atau haknya untuk memaksa pihak yang wanprestasi untuk melanjutkan persetujuan atas biayanya.

Protest van Non-Acceptatie en van Non-Betaling

Pasal 142 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (“KUHD”) memberikan hak regres (right of recourse/recht van regres) kepada pemegang surat wesel/surat sanggup terhadap setiap endossant, penarik/penerbit (trekker) dan debitor-debitor surat wesel lainnya (andere wisselschuldenaren) dalam hal:

  • Pada saat jatuh tempo:

bilamana pembayaran tidak terjadi

  • Bahkan sebelum saat jatuh tempo:
  1. bilamana akseptasi ditolak seluruhnya atau sebagian;
  2. dalam hal kepailitannya si tersangkut (apakah dia seorang akseptan atau bukan), dan pada saat itu juga saat kepada si tersangkut diberikan suatu penundaan kewajiban pembayaran utang;
  3. dalam hal kepailitannya si penarik/penerbit dari surat wesel yang tidak berlaku suat akseptasi.

Dengan demikian: bilamana terhadap suatu surat wesel berlaku akseptasi, maka sekalipun si penarik:

  • dinyatakan pailit; atau
  • diberikan penundaan kewajiban pembayaran utang

maka hak regres tidak dapat dijalankan.

Penolakan akseptasi harus dibuat dalam suatu akta otentik yang disebut sebagai protest van non-acceptatie, dan penolakan pembayaran harus dibuat dalam akta otentik yang disebut protest van non-betaling (Pasal 143 alinea pertama KUHD).

Pembuatan protest van non-acceptatie HARUS dilakukan dalam jangka waktu sebelum diajukannya aanbieding ter betaling yang dimaksud dalam Pasal-pasal 137 – 141 KUHD (Pasal 143 alinea kedua KUHD), dengan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 123 alinea pertama yang memungkinkan pembuatan protest van non-acceptatie bahkan sehari setelahnya.

Ketentuan tentang protest van non-acceptatie TIDAK berlaku bagi surat sanggup karena terhadap surat sanggup TIDAK ada akseptasi.

Pembuatan protest van non-betaling atas surat wesel yang dapat/harus dibayar

  • pada suatu hari yang telah ditetapkan; atau
  • suatu waktu tertentu setelah penanda-tanganan; atau
  • setelah ditunjukkan

HARUS dibuat pada salah satu dari kedua hari kerja setelah hari saat surat wesel (atau surat sanggup) harus dibayar. Bilamana hal tersebut berkaitan dengan suatu surat wesel (atau surat sanggup) yang dapat/harus dibayar saat ditunjukkan, maka protest van non-betaling harus dibuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam alinea kedua Pasal 143 tentang pembuatan protest van non-acceptatie (Pasal 143 alinea ketiga KUHD).

Dengan adanya protest van non-acceptatie, maka sudah tidak mungkin ada aanbieding ter betaling dan pembuatan protest van non-betaling sudah tidak ada gunanya (Pasal 143 alinea keempat KUHD).

Karena protest van non-acceptatie dan juga protest van non-betaling harus dibuat dalam akta otentik, maka aktanya hanya dapat dibuat oleh seorang notaris atau juru sita (Pasal 143 b KUHD).

Protest van non-acceptatie dan/atau protest van non-betaling dibuat atas permintaan:

  • tersangkut (dalam hal surat wesel yang terhadapnya berlaku akseptasi) (protest van non-acceptatie dan protest van non-betaling); atau
  • penarik/penerbit (dalam hal surat wesel yang terhadapnya tidak berlaku akseptasi) (protest van non-betaling saja) ; atau
  • penerbit (dalam hal surat sanggup) (protest van non-betaling saja).

Protest van non-acceptatie dan protest van non-betaling ini SANGAT PENTING bagi kreditor (pemegang surat wesel/surat sanggup) sekalipun dimintakan pembuatannya oleh debitor (tersangkut/penarik), karena dengan adanya akta otentik ini, kreditor memiliki bukti yang sempurna untuk menjalankan hak regresnya terhadap para endossanten, penarik dan debitor surat wesel (atau surat sanggup) lainnya, termasuk para avalists. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembuatan protest van non-acceptatie dan protest van non-betaling atas permintaan debitor secara tidak langsung adalah untuk kepentingan kreditor.